Selamat Datang

Hai, Sahabat! Selamat datang!
Awali dengan Bismillah!

Rabu, 07 Februari 2024

Tuturan Direktif (Tuturan Langsung) pada Percakapan Mahasiswa

 Tuturan direktif (tuturan langsung) pada percakapan mahasiswa berupa saran, permintaan, dan perintah. Tuturan langsung tergolong produktif dalam aktivitas sehari-hari, sehingga memungkinkan ditemukan penggunaan maksim yang dilanggar oleh mahasiswa, baik berbentuk pemakaian kesantunan serta penggunaan maksim prinsip kesantunan pada tuturan langsung para mahasiswa. Interaksi antar-mahasiswa dalam  menggunakan tuturan direktif menunjukkan pemakaian prinsip maksim kebijaksanaan; kedermawanan/kemurahan hati; penghargaan; kesederhanaan/kerendahan hati; permufakatan; dan kesimpatian. Semua prinsip kesantunan muncul karena gabungan pola pendidikan di keluarga, masyarakat, dan lingkungan kampus. pemakaian prinsip kesantunan tuturan direktif dalam interaksi antar-mahasiswa tergolong baik karena dalam interaksi menggunakan tuturan, para mahasiswa menunjukkan pemakaian prinsip (1) maksim kebijaksanaan yaitu berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur; (2) prinsip kedermawanan atau maksim kemurahan hati, yaitu selalu berusaha menghormati orang lain dalam bertutur; (3) maksim penghargaan yaitu selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain; (4) maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, yakni bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri; (5) maksim permufakatan, yaitu saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur; dan (6) maksim kesimpatian, yakni dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya.

Referensi

Taufik, I. N., Puspandari, D., & Mahardika, R. Y. (2023). Analisis Bentuk Pemakaian Prinsip Kesantunan pada Tuturan Direktif dalam Interaksi Mahasiswa. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa12(1), 204-220.

https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jurnal_ranah/article/view/6139

Poketun (Pocketbook Pantun Berbasis Media Augmented Reality)

 Poketun relatif mudah dipasang dan dioperasikan pada smartphone berbasis Android oleh guru dan siswa sekolah dasar. Hal ini membuktikan bahwa Poketun merupakan salah satu media pembelajaran berbasis android yang mudah dioperasikan, dipahami, dan dipahami oleh siswa; tombol-tombol pada media poketun dapat berfungsi dengan baik sesuai petunjuk penggunaan media tersebut. Hal inilah yang menjadi salah satu kelebihan media pembelajaran berbasis Android, yaitu mudah dioperasikan dan dipahami oleh siswa.

Penggunaan media aplikasi Poketun (Pocketbook Pantun Berbasis Media Augmented Reality) sebagai media pembelajaran yang efektif dan efisien ditanggapi positif oleh guru dan siswa khususnya di tingkat sekolah dasar. Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi bukan menjadi penghalang dalam kegiatan pembelajaran, namun agar pembelajaran menjadi lebih menarik.

Ketika guru ingin memperkenalkan kegiatan sastra khususnya kegiatan pembelajaran pantun kepada siswa, tidak sempurna jika hanya menampilkan teks yang berisi teori pantun. Dengan memanfaatkan media aplikasi Poketun (Pocketbook Pantun Berbasis Media Augmented Reality) dapat ditampilkan video pembelajaran pantun untuk menjelaskan teori pantun dengan menarik. Selain itu juga ditampilkan cara membaca pantun yang baik berdasarkan jenis-jenis pantun dan langkah-langkah pembuatan pantun. Hal ini menandakan bahwa tidak hanya peran guru dan siswa saja dalam pelestarian pantun, namun masyarakat dan pemerintah perlu bekerja sama untuk menggali mutiara kearifan lokal, salah satunya melalui kegiatan pantun agar tidak menjadi salah satu sumber pantun. punah dalam menghadapi dunia yang semakin mengglobal.

Kehadiran Poketun membuat siswa tingkat sekolah dasar di wilayah Kabupaten Bandung menjadi lebih bermakna dalam mengingat dan memahami suatu informasi. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mendasar pembelajaran dengan menggunakan media untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa karena dengan penggunaan media siswa dapat menyaksikan secara langsung apa yang terjadi disekitarnya.

Teknologi Augmented Reality dalam proses pembelajaran membuat pembelajaran pantun menjadi lebih interaktif karena mendorong partisipasi guru dan siswa khususnya pada tingkat sekolah dasar di wilayah Kabupaten Bandung. Teknologi Augmented Reality mampu menarik perhatian para guru dan siswa sekolah dasar karena dapat diakses dari perangkat smartphone masing-masing siswa setiap saat.

Penggunaan Poketun dalam pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang berbeda dari biasanya. Siswa diberikan kesempatan yang lebih fleksibel dalam ruang dan waktu (situasi dan kondisi). Hal ini melatih kreativitas dan kemandirian peserta didik agar lebih berkembang sesuai potensi minat dan bakatnya. Adanya Poketun (Pocketbook Pantun Berbasis Media Augmented Reality) menjadikan pembelajaran menjadi lebih interaktif dan mampu menciptakan ruang-ruang ekspresif dalam pembelajaran sastra khususnya pantun baik secara daring maupun luring.


Referensi

Taufik, I. N. (2023, March). Development of Augmented Reality-Based Pocket Book Pantun (Poketun) Media for Elementary School Students. In International Conference on Education 2022 (ICE 2022) (pp. 120-130). Atlantis Press.

PERGESERAN PANTUN DARI KELISANAN MENUJU KEAKSARAAN

 

Berdasarkan konsep para pakar pada bab sebelumnya, pantun awalnya hadir secara lisan atau bersifat verbal. Ong (2002) menyampaikan bahwa pada jenis seni/sastra yang bersifat verbal (termasuk tradisi berpantun) terjadi pergeseran dari kelisanan menuju keaksaraan. Perubahan tersebut bukanlah disebabkan oleh tulisan (dan/atau sekuelnya, cetak) saja sebagai satu-satunya penyebab utama. Hubungannya bukanlah masalah reduksionisme tetapi relasionisme.

Pergeseran dari kelisanan menuju keaksaraan berhubungan erat dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, baik secara psikis dan sosial. Perkembangan tersebut dapat dipengaruhi oleh produksi hasil pangan, kegiatan perdagangan, kegiatan organisasi dan strategi politik, aktivitas lembaga keagamaan, keterampilan dalam teknologi dan komunikasi, praktik pelaksanaan pendidikan, perubahan sarana transportasi yang dinamis, organisasi dan interaksi keluarga, dan bidang kehidupan manusia lainnya. Semuanya memainkan perannya masing-masing. Tetapi sebagian besar perkembangan ini perkembangannya seringkali telah dipengaruhi secara mendalam oleh pergeseran dari lisan ke melek huruf (Ong, 2002).

Teeuw (1994) menyampaikan bahwa walaupun masyarakat Indonesia yang tengah berada pada situasi keaksaraan, tradisi kelisanan tidak sepenuhnya ditinggalkan. Pengaruh dominan nilai dan tradisi teknik tradisional tetap didominasi oleh kelisanan dalam khazanah puisi di Indonesia. Hal tersebut terlihat jelas dalam pembacaan puisi di muka umum cenderung lebih populer dibandingkan antologi puisi yang berbentuk cetak. Begitu juga aktivitas berpantun, hadir dalam keragaman pemanfaatan media, walaupun awal pembuatannya beralih dengan tulisan terlebih dahulu sebelum dipaparkan secara lisan.

Hermintoyo (2019) menjelaskan bahwa media yang digunakan dalam berpantun tidak hanya dalam lisan atau tulis saja tetapi sudah dimanfaatkan penggunaannya di media sosial.  Meskipun seperti itu, kegiatan berpantun masih dihadirkan  dalam acara adat pernikahan, lawakan, dan acara-acara tertentu sebagai pembuka atau penutup.

Sumiyadi & Durachman (2014), pantun yang bersifat humor dimunculkan dalam acara hiburan di salah satu televisi swasta. Dalam kegiatan rekreasi, perpisahan,  ulang tahun dapat dilakukan aktivitas berbalas pantun dengan diiringi gitar. Selain itu, kegiatan berbalas pantun dapat pula sebagai pelepas lelah, media untuk berkenalan, dan menyegarkan suasana.

Pernyataan-pernyataan di atas, diperkuat oleh kegiatan yang dilakukan Irwan Prayitno, Gubernur Sumatra Barat yang menjadikan kegiatan berpantun dalam aktivitasnya sebagai gubernur, baik situasi formal ataupun nonformal (pembukaan acara, kegiatan rapat, bahkan dalam pernikahan yang dihadirinya untuk memberi nasihat. Setiap hari beliau menulis lebih dari tiga puluh pantun melalui handphone merek Nokia 9500. Total sudah 8.305 pantun yang beliau buat. Pantun-pantun tersebut sudah dibukukan dengan judul “Pantun Spontan ala Irwan Prayitno” dengan jumlah jilid sebanyak 4, ketebalannya masing-masing berjumlah 309 halaman (Republika, 2017).

Hal yang dilakukan oleh Irwan Prayitno sebagai salah satu bukti bahwa tradisi kelisanan dalam berpantun tidak sepenuhnya ditinggalkan. Tetapi terjadi pergeseran antara kelisanan dan keaksaraan, awalnya menulis pantun melalui handphone, kemudian berpantun dalam acara tertentu (kelisanan), lalu kembali lagi ke dalam keaksaraan dalam bentuk buku kumpulan pantun yang disusunnya.


Referensi

Taufik, I. N. (2023). KHAZANAH PANTUN NUSANTARA:(Suatu Tinjauan Teoretis, Jenis, dan Contoh). CV Dida.

https://penerbitdida.com/index.php?m=pages&p=buku&id=B231108210842

PENGGUNAAN PANTUN DI SEKOLAH DASAR

 Penggunaan pantun dalam buku pelajaran di sekolah dasar khususnya uraian penggunaan jenis rima, penggunaan jumlah suku kata, pembagian jenis pantun berdasarkan usia/pengguna, pembagian jenis pantun berdasarkan isi, pembagian pantun tematik, pembagian pantun berdasarkan keterpaduan, pembagian pantun berdasarkan integrasi lintas kurikulum. Keterlibatan buku ajar dalam pelestarian pantun sebagai warisan budaya Indonesia menunjukkan hasil yang positif, keberadaan pantun dalam buku pelajaran telah menciptakan ruang ekspresif bagi siswa.

Pantun yang terdapat dalam buku teks sekolah dasar sudah bersifat tematik integratif. Jadi semuanya sesuai tuntutan kurikulum. Hal ini semakin menegaskan hasil positif. Adanya pantun dalam buku teks telah menciptakan ruang-ruang ekspresif bagi siswa. Mereka tidak monoton hanya mempelajari bahasa Indonesia atau sastra Indonesia saja, melainkan mempelajari mata pelajaran lain.


Referensi

Taufik, I. N., & Solihah, D. S. (2022). Critical Discourse Analysis of Pantun in Elementary School Textbook. JENTERA: Jurnal Kajian Sastra, 11(2), 410-426. 

https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/5666

NILAI NASIONALISME

 Kata “nasionalisme” secara etimologis berasal dari kata “nasional” dan “isme”, yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air, memiliki rasa kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa (Budiyanto, 2006: 31).  

Nasionalisme merupakan suatu paham yang memberikan ilham kepada sebagian terbesar penduduk dan yang mewajibkan dirinya untuk mengilhami segenap anggota-anggotanya. Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber daripada semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan rakyat (Kohn, 1984: 12).

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 775-776) terdapat dua pengertian nasionalisme berikut ini.

  1. Paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan.
  2. Kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, intregitas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.

Menurut Budiyanto (2006:31) pemahaman tentang nasionalisme dapat dibedakan antara nasionalisme dalam arti sempit dan dalam arti luas.

  1. Nasionalisme dalam Arti Sempit

Nasionalisme diartikan sebagai perasaan kebangsaan atau cinta terhadap bangsanya yang tinggi atau berlebih-lebihan sehingga memandang bangsa lain lebih rendah.

  1. Nasionalisme dalam Arti Luas

Nasionalisme dalam pengertian luas adalah perasaan cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsa dengan tetap menghormati bangsa lain karena merasa sebagai bagian dari bangsa lain di dunia. Dalam melaksanakan kerja sama dengan dengan negara lain, hal yang diutamakan adalah persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan dan keselamatan bangsanya, serta tetap memandang bangsa lain sederajat dan menghormatinya sebagaimana bangsanya sendiri.

Nasionalisme dalam arti luas mengandung prinsip-prinsip: kebersamaan, persatuan dan kesatuan, demokratis (Budiyanto, 2006: 32).

  1. Prinsip Kebersamaan

Penerapan prinsip kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari menuntut setiap warga negara agar memiliki sikap "pengendalian diri" untuk mengarahkan aktivitasnya menuju kehidupan yang selaras, serasi, dan seimbang. Nilai kebersamaan menuntut setiap warga negara untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas ­kepentingan pribadi atau golongan.

  1. Prinsip Persatuan dan Kesatuan

Prinsip persatuan dan kesatuan terejawantahkan dalam bentuk kesetiaan/loyalitas yang tinggi hanya untuk kepentingan negara. Ini berarti setiap warga negara harus mampu mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan perpecahan dan anarkis (merusak). Untuk tetap tegaknya prinsip persatuan dan kesatuan, setiap warga negara harus mampu mengedepankan sikap: kesetiakawanan sosial, peduli terhadap sesama, solidaritas, dan berkeadilan sosial.

Menurut Rianto (2006: 4) sila Persatuan Indonesia dalam Pancasila terkandung nilai persatuan bangsa, maksudnya dalam hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :

  1. persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia serta wajib membela dan menjunjung tinggi (patriotisme);
  2. pengakuan terhadap kebhinekatunggalikaan suku bangsa (etnis) dan kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan bangsa;
  3. cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (nasionalisme).
  1. Prinsip Demokrasi/Demokratis

Prinsip, demokrasi/demokratis memandang bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Karena hakikat semangat kebangsaan adalah adanya tekad untuk hidup bersama yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, bersatu, berkedaulatan, adil, dan makmur.

Menurut Cipto (Taniredja, 2009: 59) nilai-nilai demokrasi meliputi: kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kesetaraan antarwarga, rasa percaya, kerjasama.


Pengertian Nilai Nasionalisme

Menurut Joyomantoro (1990: 5) nilai nasionalisme ialah nilai-nilai yang paling baik bagi bangsa Indonesia yang menggambarkan aktivitasnya. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai yang bersumber pada proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang merupakan pantulan tekad bangsa Indonesia untuk merdeka, cetusan jiwa, dan semangat Pancasila yang telah berabad-abad  lamanya tertindas oleh penjajah. Nilai-nilai tersebut meliputi:

  1. nilai rela berkorban;
  2. nilai persatuan;
  3. nilai harga menghargai;
  4. nilai kerja sama;
  5. nilai bangga sebagai bangsa Indonesia.

Berdasarkan pengertian “nilai” menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No. 25/KEP/M.PAN/4/2002 (Supriyadi, 2009) dan “nasionalisme” menurut Budiyanto (2006:31) serta “nilai nasionalisme” menurut Joyomantoro (1990: 5)   di atas, pengertian nilai nasionalisme yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah dasar pertimbangan yang berharga bagi seseorang atau organisasi untuk menentukan sikap dan perilaku yang paling baik bagi bangsa Indonesia yang menggambarkan aktivitasnya berupa perasaan cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsa berdasarkan prinsip kebersamaan, persatuan dan kesatuan, dan demokrasi dengan melaksanakan dan mengembangkan sikap serta perilaku kehidupan sehari-hari sebagai berikut:

  1. kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa;
  2. rela berkorban untuk bangsa dan negara;
  3. menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar;
  4. gotong royong;
  5. tolong-menolong;
  6.  berkeadilan sosial;
  7. tahan derita dan tahan uji;
  8. keteladanan;
  9. pewarisan;
  10. ketokohan.


Referensi

Taufik, I. N. (2010). NILAI NASIONALISME DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK BAHASA INDONESIA UNTUK SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH SERTA PENGEMBANGAN SILABUSNYA (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).​​​​​​​

MEDIA PEMBELAJARAN POKETUN

 Penggunaan Poketun sebagai media pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pembelajaran pantun ditanggapi positif oleh guru dan siswa sekolah dasar. Hal ini membuktikan bahwa kehadiran teknologi informasi dan komunikasi bukan menjadi penghalang dalam kegiatan pembelajaran, namun agar pembelajaran menjadi lebih menarik.

Adesti & Nurkholimah (2020) menyatakan bahwa salah satu kelebihan media pembelajaran berbasis Android adalah mudah dioperasikan dan dipahami oleh siswa. Poketun termasuk aplikasi yang mudah dipasang dan dioperasikan pada smartphone berbasis Android oleh guru dan siswa sekolah dasar. Hal ini menjelaskan bahwa Poketun merupakan salah satu media pembelajaran berbasis Android yang mudah dioperasikan, dipahami, dan dipahami oleh siswa; tombol-tombol pada media Poketun dapat berfungsi dengan baik sesuai petunjuk penggunaan media tersebut.

Ketika guru ingin memperkenalkan kegiatan sastra khususnya kegiatan pembelajaran pantun kepada siswa, tidak sempurna jika hanya menampilkan teks yang berisi teori pantun. Dengan memanfaatkan media aplikasi Poketun dapat ditampilkan video pembelajaran pantun untuk menjelaskan teori pantun dengan menarik. Selain itu juga ditampilkan cara membaca pantun yang baik berdasarkan jenis-jenis pantun dan langkah-langkah pembuatan pantun. Hal ini menandakan bahwa tidak hanya peran guru dan siswa saja dalam pelestarian pantun, namun masyarakat dan pemerintah perlu bekerja sama untuk menggali mutiara kearifan lokal, salah satunya melalui kegiatan pantun agar tidak punah.


Referensi

Taufik, I. N., & Puspandari, D. (2024). IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PANTUN DI SEKOLAH DASAR DENGAN MEDIA POKETUN BERBASIS ANDROID. Jurnal Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar8(1).

https://ejournal.unp.ac.id/index.php/jippsd/article/download/126131/pdf

Kuliah Kerja Nyata Tematik Kebangsaan

Adanya Kuliah Kerja Nyata Tematik untuk mensinergikan ilmu dan menyelesaikan permasalahan di masyarakat melalui konsep pemberdayaan, serta membimbing mahasiswa dalam mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya dalam kehidupan bermasyarakat. KKN Tematik yang dipilih adalah KKN Tematik Nasional Kebangsaan untuk menumbuhkan jiwa empati dan kepedulian mahasiswa terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan KKN Tematik Nasional Kebangsaan merupakan rangkaian program kerjasama antara mahasiswa dan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan kerja sama tim dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program sehingga program utama dan pendukungnya antara lain Program Gerakan Desa Mengajar, Program Hari Kemerdekaan, Workshop, dan Program Bakti Sosial. Mahasiswa melaksanakan program dengan baik di bidang pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan pelestarian budaya. Hal ini memberikan pemahaman kepada siswa bahwa kegiatan nasional bukan sekedar kegiatan politik, namun menyadarkan siswa bahwa membangun desa berarti membangun bangsa. Jika suatu desa mempunyai ketahanan dalam bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan, Keamanan, Agama, dan Iptek, maka dengan sendirinya akan memperkuat ketahanan bangsa.

Referensi

Taufik, I. N. (2024). Implementasi Program Kuliah Kerja Nyata Tematik Kebangsaan di Dusun Hanjuang Beureum. BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat5(1), 880-893. 

Taufik, I. N. (2024). Implementasi Program Kuliah Kerja Nyata Tematik Kebangsaan di Dusun Hanjuang Beureum . BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat5(1), 880–893. https://doi.org/10.31949/jb.v5i1.7416



https://ejournal.unma.ac.id/index.php/bernas/article/view/7416/4387

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL ENRICHED VIRTUAL

 

  1. Kelebihan Model Enriched Virtual 

Model Enriched Virtual memiliki kelebihan di antaranya adalah di bawah ini.

  1. Peserta didik tidak diwajibkan untuk hadir setiap hari. Instruksi pembelajaran dipelajari secara daring. Hal ini memudahkan bagi mereka yang sudah bekerja, tetapi  memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan tanpa harus menyita waktu. Mereka tidak akan terganggu dengan menghadiri pembelajaran tatap muka di kelas setiap hari.
  2. Kemandirian dalam belajar bagi peserta didik. Hal ini tampak jelas terlihat keleluasaan peserta didik dalam mengakses materi secara online/daring tidak terhalang oleh waktu dan tempat secara kaku terjadwal di kelas.
  3. Adanya kefleksibelan dalam pembelajaran secara mandiri tersebut menjadikan peserta didik dapat melakukan aktivitas diskusi di luar jam tatap muka.
  4. Pengelolaan dan supervisi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik di luar jam tatap muka dapat dilakukan dengan optimal.
  5. Adanya fasilitas internet memudahkan pendidik dalam menambahkan materi pengayaan.
  6. Peserta didik dapat melaksanakan aktivitas berupa membaca materi atau mengerjakan tes sebelum pembelajaran dimulai.
  7. Kuis, latihan, dan tugas dapat diselenggarakan secara efektif dan efisien.
  8. Peserta didik memiliki kesempatan untuk saling berbagi fail materi pembelajaran.


  1. Kekurangan Model Enriched Virtual 

Model Enriched Virtual memiliki kekurangan di antaranya adalah di bawah ini.

  1. Peserta didik harus memiliki kedisiplinan tinggi, terutama dalam mengecek proyek ataupun tugas-tugas pembelajaran.
  2. Peserta didik memerlukan layanan untuk memfasilitiasi kegiatan pembelajaran yang bisa diakses tanpa batasan ruang dan waktu.

Pemaparan Model Enriched Virtual mendeskripsikan secara jelas bahwa model ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk menghadirkan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Model Enriched Virtual juga dapat memberikan pengalaman nyata bagi pendidik dan peserta didik untuk memanfaatkan teknologi secara optimal. Hal tersebut secara otomatis akan meningkatkan literasi pada diri pendidik dan peserta didik dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.


Referensi

Taufik, I. N. (2022). Model Enriched Virtual. CV Dida

Taufik, I. N. (2022). Model Enriched Virtual. Indra Nugrahayu Taufik.

https://penerbitdida.com/index.php?m=pages&p=buku&id=B22092583313

HAKIKAT PANTUN

 

Hamilton (1941), pantun merupakan wahana paling populer untuk ekspresi perasaan puitis di kalangan orang Melayu. Setiap pantun adalah entitas yang berdiri sendiri (tanpa diketahui pengarangnya) karena diproduksi secara spontan di bawah tekanan emosi yang lewat begitu saja dari beberapa individu yang kemudian terlupakan.

Pada masyarakat lama, beberapa pantun dilantunkan sebagai lagu pengantar tidur yang indah oleh ibu untuk anak-anak mereka. Sebagian lagi digunakan untuk bermain-main di rumah oleh gadis-gadis. Pada tahap remaja, para pemuda dan gadis memanfaatkan pantun untuk kegiatan berbalas pantun dalam rangka menyapa, berkenalan, ataupun berkasih-kasihan dengan menyuarakan hasrat yang lembut tetapi lantang dalam potongan-potongan lagu yang tidak akan berlalu tanpa didengar dan dapat membangkitkan balasan/jawaban. Selain itu, pantun dinyanyikan dengan iringan musik oleh pemain selama pertunjukan teater serta oleh penari-gadis profesional ketika disewa pada beberapa acara perayaan untuk hiburan publik (Hamilton, 1941).

Sejalan dengan pernyataan Hamilton (1941) di atas, Liaw (2016) menggolongkan pantun ke dalam puisi rakyat. Ketika awal kehadirannya, pantun disenandungkan.  Orang yang menyenandungkan pantun disebut juru pantun.

Sama halnya dengan syair dan macapat, pantun tergolong jenis sastra lisan yang lisan (murni). Dalam penelitian sastra lisan, pantun termasuk bahan yang bercorak bukan cerita (Hutomo, 1991).

Pantun adalah bentuk puisi yang paling menonjol dalam kumpulan sastra lisan Melayu. Dengan memahami pantun berarti salah satu cara untuk memahami kehidupan orang Melayu (Wilkinson & Winstedt, 1957).

Alisjahbana (1952) mengemukakan bahwa pantun tidak diketahui secara pasti asal mulanya. Pantun timbul dalam masyarakat dengan disebarkan melalui mulut ke mulut (secara lisan).

Orang Melayu di seluruh nusantara menjadikan pantun sebagai  kebiasaan dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Sehingga pantun sangat melekat dengan budaya Melayu karena mereka sering berpantun. Jadi, pantun tidak selalu hanya dihadirkan dalam kegiatan pertunjukan di masyarakat ataupun pergelaran sastra. Biasanya orang Melayu yang ada di Indonesia, Singapura, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei menggunakan pantun sebagai ungkapan perasaan yang tulus dan berbudi untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari  (Saragih, 2007).

Saragih (2007) menyatakan selain suku Melayu, terdapat suku lain yang mengenal dan melakukan interaksi dengan pantun. Salah satu contohnya adalah suku Batak. Mereka menyebutnya uppasa. Hanya saja mereka tidak mengenal budaya berbalas pantun.

Pantun merupakan puisi asli yang berasal dari Indonesia. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan hampir di semua daerah memiliki tradisi pantun (Waluyo, 1995).

Marhalim (2018) mengemukakan bahwa pantun merupakan salah satu bentuk tradisi lisan pada sastra Melayu Lama. Penyampaian pantun biasanya  disenandungkan atau dinyanyikan. Kata pantun berasal dari akar kata tun yang terdapat dalam berbagai bahasa di Nusantara. Misalnya,

  1. kata tuntun berarti 'teratur' dari bahasa Pampanga,
  2. kata tonton berarti 'berbicara menurut aturan tertentu' dalam bahasa Tagalog,
  3. pantun berarti 'kuatren' (sajak yang berbaris empat dengan sajak ab-ab) dalam bahasa Melayu.

Hamilton (1941) menyatakan bahwa pantun berbentuk kuatrain. Baris pertama dan ketiga  memiliki kesamaan rima, begitu juga dengan kesamaan bunyi pada baris kedua dan keempat. Di samping memerlukan keseimbangan dalam mengolah rima, pola bunyi yang terbentuk memiliki asonansi yang menyenangkan.

Dua baris pertama (larik kesatu dan kedua) berisi pernyataan puitis. Keduanya diekspresikan baik sebagai keseluruhan atau sebagai dua gambar yang tidak berhubungan atau bahkan sangat sedikit keterkaitannya.  Keduanya dipilih biasanya secara acak demi rima yang akan datang atau karena beberapa relevansi dengan makna pada baris terakhir (larik ketiga dan keempat).

Hamilton (1941) menyampaikan bahwa pokok bahasan dari baris  pengantar (larik kesatu dan kedua) mungkin merupakan fenomena alam, atau peristiwa sejarah atau keseharian, tetapi apapun bentuknya, itu tidak lebih dari sebuah sketsa ringan pada latar belakang untuk sekadar gambaran saja. Hal yang lebih lengkapnya terdapat pada dua baris selanjutnya (dua baris terakhir) karena makna sebenarnya dari pantun terletak pada dua baris tersebut yang di dalamnya terungkap makna yang berkeliaran pada bidang jiwa manusia secara luas.

Pantun memiliki tempat yang baik di hati masyarakat Melayu karena dianggap memiliki manfaat bagi kehidupan. Manfaat tersebut di antaranya untuk hiburan, mengirimkan pesan-pesan moral dan nilai-nilai luhur beragama, berbudaya, serta norma-norma sosial yang diyakini oleh masyarakat (Effendy, 2005).

Berdasarkan Ensiklopedi Sastra Indonesia (2009) pantun tergolong puisi lama yang tersusun atas empat larik berirama silang  a-b-a-b. Dua larik pertama lazim dinamakan sampiran (tumpuan bicara) dua larik berikutnya yang mengandung inti artinya disebut dengan isi pantun (maksud bicara).

Pantun adalah salah satu bentuk puisi lama Indonesia (Melayu) yang terdiri atas empat baris yang memiliki sajak a-b-a-b. Pada baris pertama dan baris kedua sebagai sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat berupa isinya. Jumlah setiap larik pantun antara empat atau lima kata, atau setara dengan delapan sampai dua belas suku kata (Suprapto, 1993). 

Waluyo (2003) menyatakan pantun adalah jenis puisi lama. Pantun searti dengan padi. Jumlah baris pantun terdiri atas empat baris yang setiap barisnya memiliki rima /a b a b/, baris pertama dan kedua berupa sampiran (semacam teka-teki) sedangkan baris sisanya adalah isi.

Menurut Waluyo (1995) hubungan antara sampiran dan isi hanya sebagai saran bunyi saja, tidak terpaut makna. Jadi ciri khas pantun memiliki ikatan yang kuat antara struktur kebahasaan/tipografi/fisiknya.

Sampiran lazimnya berupa dua klausa awal dalam pantun. Sedangkan isi pantun berada pada dua klausa terakhir setalah sampiran. Klausa sampiran tersebut biasanya mengutarakan medan makna sosial atau alam semesta. Isi pantun mengungkapkan pesan, pendapat, perasaan, pikiran, atau bisa juga berupa fakta (Saragih, 2007).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, semua bersepakat bahwa pantun termasuk puisi lama. Sumiyadi & Durachman (2014) mengemukakan meskipun pantun termasuk puisi lama yang terikat syarat-syarat jumlah larik, jumlah suku kata, rima dan irama, serta muatan setiap bait, namun kegiatan berpantun dapat digunakan sebagai sarana pergaulan pada zaman sekarang. Bahasa dalam pantun tidak selalu harus arkais dan kemelayu-melayuan, tetapi bisa juga dengan bahasa yang digunakan sehari-hari dengan tetap mengikuti formula dan syarat-syarat pantun.


Referensi

Taufik, I. N. (2023). KHAZANAH PANTUN NUSANTARA:(Suatu Tinjauan Teoretis, Jenis, dan Contoh). CV Dida.

https://penerbitdida.com/index.php?m=pages&p=buku&id=B231108210842 

Selasa, 22 Maret 2011

Alhamdulillah
                  
                 karya Indra Nugrahayu T.

Kuhimpun kata mutiara
Tuk  jadi kalung frasa
Terikat di hatiMu

Kukumpulkan batu permata kalimat
Tuk kuhimpun jadi rupa istana
Megah dalam jiwaMu

Meski telah terhimpun berjuta-juta kalimat
Tak sampai jua pada puncakku memujiMu

Perbendaharaan kalam pujianku sudah habis
Tak cukup gantikan indahMu